Selasa, 28 Januari 2020


SEBUAH JENDELA
GORONTALO, 20 JANUARI 2020




   Tepat di tanggal 20 januari 2020 aku mengemban tugas. Yg tepatnya tugas kuliah, yaitu PLP (praktek lapangan persekolahan).  Sebelum berangkat, tanyaku kepada ibu, bu....! Adakah uang lebih untukku jajan disana? Mendengar pertanyaan itu.. raut mukanya terdiam sembari melihat kebelakan. Pip... Pip... Pip.... Suara motor legend ayah terdengar nyaring di depan rumah,
assalamualaikum..... Kata ayahku.

Wa'alaikumussalam..ibu bergegas membukakan pintu untuk ayah.

Suara bisik dan tawa terdengar di depan pintu, yang seolah-olah mereka membicarakan tentangku. Karena rasa penasaran, aku bergegas menghampiri mereka.

Kenapa ayah dan ibu tersenyum?... Tanyaku.

Kata ibu, kamu mau uang jajan tambahan. Sembari tersenyum...

Wkwkkw iya... Itupun kalau ada.

Bisaaa... di atur..... Kata ayah dengan tawa lepas. Hari menjelang malam, dimana aku bergegas menyiapkan keperluan untuk dibawah besok. Badan terasa letih Sehabis membersikan kamar. Rasa ngantuk pun mulai terasa, sebelum tidur aku berdoa kepada tuhan. "Yaa.. Tuhanku, lancarkanlah kegiatan kami selama empat hari di kampung orang, dan lindungilah kami dalam perjalanan sampai tujuan... Amin".

Kukuruyukk.... Kukuruyukk... Suara ayam jago telah membangunkanku dari mimpi malam yang penjang. Hari mulai pagi, akan tetapi hawa dingin di luar sana masih sangat terasa. Rasa dingin tidak mengurangi niatku untuk berangkat ketitik perkumpulan, yang dimana tempat itu kami jadikan tempat untuk berkumpulnya seluruh peserta PLP (praktek lapangan persekolahan) yaitu di mesjid agung baiturahman limboto.

Ibu di dapur sibuk menyiapkan sarapan pagi untuk anaknya tercinta. sedangkan diluar sana, terlihat ayah sedang memanaskan motor legend kesayangannya.

Pin...apin....terdengar suara ibu memanggil namaku dari dapur, sarapanmu udah siap. Kata ibu.....! Panggil ayahmu, bilang kita sarapan sama-sama.

Iyaaa..... Bu..! Jawabku dari ruang tamu.

Ayah...! yuuk kita sarapan sama-sama. Ibu udah nyiyapin tuh sarapannya di dapur.

Ayah dan akupun bergegas ke dapur, kata ayah takut makanannya keburu dingin wkwkwk... Gurau sang ayah.

Waktu menunjukan pukul 06:00 pagi, sang fajar mulai menampakan keindahannya. Aku dan teman-teman mulai berkumpul di satu titik tumpuh yang dimana sudah tersedia empat bus yang siap mengantarkan kita ke tempat tujuan. Suara komando sang korlap terdengar nyaring di telinga, segera angkat barang-barang kalian ke bis dan jangan sampai ada barang yang ketinggalan!  Ujar sang korlap....! Beberapa peserta ikut mengangkat koper sambil berpamitan kepada orang tuanya. Begitu pula denganku...! Ayah berpesan "jaga dirimu baik-baik, serta perbaikipula akhlakmu disana"

Siaapp....! Kata ku sembari tersenyum menatap mata ayah.

Humm... Humm... Suara mesin kenalpot bus berbunyi, Pertanda bus akan berangkat.

Dari dalam bus aku menoleh ke jendela kaca dan menyingkap kain yang menjadi  penghalang. di balik jendela bus, aku melihat lambaian tangan beberapa orang tua mahasiswa, yang menandakan pelepasan putra-putrinya.

Bus mulai melaju dengan kencang, lika-liku jalanan membuat para penumpang banyak yang muntah, akan tetapi semua itu terbayar dengan keindahan alam yang memukau. Memasuki kecamatan tolinggula, bau khas buah durian mulai tercium! dikarenakan mayoritas penduduk disana banyak yang menanam pohon durian. Tepat pada pukul 17:00 kami tiba di lokasi yaitu di desa limbato. Satu persatu peserta mulai turun dari bus, begitupula denganku. Masyarakat disana menanti kedatangan kami, bahkan ada yang berdiri di emperan jalan. Sang korlap segera mengambil alih barisan! " para peserta plp segera merapat dan buat barisan.! Ujar sang korlap. Para panitia telah menyiapkan tempat tinggal untuk kita empat hari kedepan, ada yang tinggal di balai desa dan adapula yang tinggal di rumah warga.

Lolan, hairul, rahmat, afdhal dan arbani. adalah teman serumah denganku, kami berenam tinggal di rumahnya om gode bersama istri dan 3 anaknya. Mereka sangat ramah dan baik sama kami dan menerima kami apa adanya, walaupun rumah yang mereka tempati sangat tua dan kumuh. Kata orang-orang sihh...!" om gode itu preman dikampung sini. Aku sih nggak percaya! Setelah aku telusuri ternyata emang betul dia preman di kampung sini, pantas saja ada tato naga di dadah kirinya. Tapi selama kita tidak berbuat salah pasti akan aman-aman saja... Wkwkk.. Wkwkkw.

 Suara alarm handphone-ku berbunyi, pertanda waktu solat subuh. Aku dan teman-teman segera bergegas ke masjid untuk memenuhi panggilan sang roob(tuhan). Seusai solat subuh, kami para peserta melakukan olahraga berupa joging, senam, dan adapulah peserta lain yang melanjutkan tidurnya.

Heeyy...! Kamu, panggil lolan seraya mengarah kepadaku.

Yaa.... Ada apa? Jawabku.

Sebentar kita melakukan obserfasi di sekolah jam berapa?

Jam 07:00 kita sudah berada di sekolah, tapi sebelum berangkat kita sarapan dulu.

Oiya... Iya... Terima kasih.

Iya.... Sama-sama.

Waktu menunjukkan pukul 06:00 dimana peserta yang berolahraga kembali ke tempat tinggal masing-masing, ada yang mandi dan adapula yang menyetrika pakaian. Hgghh... Hghhh... Suara aneh yang entah muncul dari mana, akupun penasaran akan hal suara itu. Setelah ku telusuri ternyata si hairul yang kedinginan, kakinya gemetar, bibirnya pucat persishanya mayat hidup. Emang sihh..!Air disini dingin sekali layaknya tinggal di kutub utara, Dikarenakan daerah ini di kelilingi pepohonan yang rimbun nan indah. Setibanya di sekolah, kami mulai bercengkraman dengan guru maupun siswa. Aku diembankan tugas oleh guru untuk mengajar siswa kelas 7, rasanya berat bagiku karena baru pertama kali aku di berikan tugas kayak gini, tak apalah diambil pengalaman saja."Ujarku dalam hati. Senyuman manis para siswa membuat rasa tidak percaya diriku hilang seketika, tugasku berjalan aman dan lancar. Bell lonceng sekolah pun berbunyi pertanda waktunya pulang. Sepulangnya kami dari sekolah, kami diberi buah durian oleh beberapa siswa katanya sih sebagai hadiah! tak perlu bertunggu lama, buah durian hasil bawaan tadi kami santap bersama-sama. Waktu berjalan begitu cepat, begitu pula banyak pengalaman yang kami terima, cinta kasih dan haru tercampur aduk menjadi satu yaitu perpisahan. Kami peserta PLP satu persatu mulai berpamitan kepada masyarakat yang ada di desa limbato, cucuran air mata tidak bisa terbenung. Om gode memelukku dengan begitu erat, yang rasanya tidak ingin berpisah. Namun apalah daya karena hanyalah waktu yang jadi pemisah.